Latar
Belakang Masalah
Salah satu tradisi yang masih
dipertahankan dan tetap diyakini mempunyai fungsi ritual dalam masyarakat Jawa
adalah upacara sedekah laut di Asemdoyong Kabupaten Pemalang. Masyarakat
desa Asemdoyong masih percaya bahwa nenek moyang mereka juga berperan dengan
kemakmuran serta ketentraman warga masyarakat Asemdoyong yang mayoritas
memiliki mata pencaharian sebagai nelayan karena secara geografis letak wilayah
desa Asemdoyong di pesisir laut Utara Pulau Jawa.
Tradisi sedekah laut sebelumnya
sering disebut sebagai nyadran laut yaitu membuang atau melarung sesaji
ke tengah laut.Tradisi nyadran laut dilakukan rutin setiap tahun pada
bulan Sura atau bulan pertama perhitungan Jawa. Kemajemukan masyarakat
yang semakin beragam turut andil dalam proses perkembangan tradisi budaya.
Keyakinan beberapa masyarakat akan mitos sedikit demi sedikit mulai bergeser ke
arah pemikiran realitas (Sri Widati, 2011:143).
Masyarakat masih memegang teguh
kepercayaan tentang mitos sedekah laut dengan keyakinan bahwa mitos dapat
mempunyai peranan yang fundamental bagi kehidupan masyarakat. Sebagian masyarakat
Asemdoyong yang lain memaknai sedekah laut dengan pemikiran yang lebih fungsional
dalam realitas kehidupan di bidang ekonomi, sosial, bahkan agama (religius).
Masyarakat mulai menyadari
bahwa tradisi sedekah laut mempunyai fungsi yang lebih luas lagi diluar
konteks mitologi dan ritus sehingga keberadaan sedekah laut tampak dinamis
dan tidak statis. Sebagai bagian dari budaya masyarakat, maka tradisi sedekah
laut mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat
Asemdoyong. Pola pikir masyarakat yang semakin berkembang, sumber daya alam,
dan perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat dapat menjadi faktor
yang mempengaruhi terjadinya perkembangan dan perubahan bentuk maupun fungsi
tradisi sedekah laut.
Sedekah laut
merupakan bagian ritual yang masih tertinggal hingga kini dalam lingkup
keberlangsungan hidup nelayan. Ritual sedekah laut sangat kental terasa di
wilayah Jawa khususnya Pantai Selatan Jawa. Ritual sedekah laut dikenal pada
masyarakat awam Jawa dengan definisi pemberian macam-macam sesaji kepada yang mbau
rekso atau yang menguasai laut selatan yang dikenal dengan sebutan kanjeng
ratu kidul, sebagai bentuk rasa syukur (berterima kasih) atas rejeki laut dan
keselamatan yang telah diterima saat melaut (Dede Yusuf, 2011:4).
Tradisi
Sedekah laut, Nadran, Larung Sesaji atau Sadranan memiliki
landasan filosofi yang berakar dari keyakinan keagamaan dan nilai-nilai budaya
lokal yang dianut oleh masyarakat setempat, walau dibalik keberlangsungan
sejarah ritual sedekah laut terdapat sedikit polemik tentang bagaimana
ritual tersebut terbentuk di masyarakat.
Ritual sedekah laut tidak serta-merta muncul
mentah hasil warisan budaya jaman dahulu, namun peran serta sejarah terutama
“akulturasi agama” yang ada didalamnya
turut memberikan torehan nilai-nilai budaya. Animisme-dinamisme yang
menjadi akar awal adanya ritual ini, lalu tata cara dan tahapan yang mendapat
sentuhan Hindu-Budha, serta nuansa islam yang ada pada isi haturan setiap bait
kata syukur dalam prosesi tersebut.
Nilai-nilai
filosofi yang terkandung dalam ritual sedekah laut baik di desa Asemdoyong Pemalang termuat
dibalik rangkaian upacara tersebut. Nilai-nilai filosofi yang menarik untuk
dipelajari antara lain nilai solidaritas, etis, estetis, kultural dan religius
yang terungkap dalam ekspresi simbolis dari upacara-upacara yang disajikan
melalui doa-doa dan ritus-ritus lainnya, terlepas darimana dan bagaimana
kebudayaan itu terbentuk atau tercipta (Dede
Yusuf, 2011:8).
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
a. Bagaimanakah nilai religius masyarakat desa wilayah Pemalang?
b. Bagaimanakah perspektif masyarakat terhadap
tradisi Sedekah Laut ?
c. Apakah tradisi sedekah
laut dapat melestarikan nilai religius masyarakat wilayah Asemdoyong
Pemalang?