BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan
yang sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, telah mengubah
orientasi masyarakat, dari pandangan yang bersifat tradisional menuju arah baru
(new direction) yang lebih menawarkan modernitas. Dalam kondisi
demikian, hal-hal yang tidak diharapkan seringkali tak terelakkan, seperti
meretasnya konflik kepentingan di antara elemen masyarakat dalam berbagai level
kehidupan, berbagai penyimpangan sosial, dan fenomena lain yang menunjukkan
kian menjauhnya perilaku manusia dari nilai-nilai moral.
Kehidupan yang penuh fitrah harus berorintasi pada pengembangan, pemeliharaan dan diberdayakan
untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemuliaan, kesejahteraan
dan kebahagiaan manusia. Ciri utama kehidupan masyarakat yang berkembang,
terpelihara dan terpedayakan serta bermanfaat adalah kehidupan yang dihidupkan
dan dihidupi oleh manusia-manusia berkarakter yang ada di dalamnya.
Sebagai
bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki peradaban yang mulia dan peduli
dengan pendidikan bangsa, sudah seyogyanya kita berupaya untuk menjadikan
nilai-nilai karakter mulia itu tumbuh dan bersemi kembali menyertai setiap
sikap dan perilaku bangsa, mulai dari pemimpin tertinggi hingga rakyat jelata,
sehingga bangsa ini memiliki kebanggaan dan diperhitungkan eksistensinya di
tengah-tengah bangsa-bangsa lain. Salah
satu upaya ke arah itu adalah melakukan pembinaan karakter di semua aspek
kehidupan masyarakat, terutama melalui institusi pendidikan.
Pendidikan
karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian
dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter inipun diharapkan
mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Dalam Undang-undang
Noomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Membangun karakter bangsa
membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan.
Karakter yang melekat pada bangsa kita akhir-akhir ini bukan begitu saja
terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui proses yang panjang. Potret
kekerasan, kebrutalan, dan ketidakjujuran anak-anak bangsa yang ditampilkan oleh
media baik cetak maupun elektronik sekarang ini sudah melewati proses panjang. Budaya
seperti itu tidak hanya melanda rakyat umum yang kurang pendidikan, tetapi sudah
sampai pada masyarakat yang terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa, bahkan juga
melanda para elite bangsa ini.
Pusat-pusat pendidikan seperti
keluarga, masyarakat, sekolah bahkan universitas telah mengalami banyak kehilangan
(missing) antara lain: sense of identity, sense of humanity, sense of
community, sense of culture (values), dan sense of respect (Suyata,
2000:9). Pendidikan selama ini mencerminkan adanya fragmentasi kehidupan dan
kurikuler, kompetisi individual, berkembangnya materialisme, ketidakpedulian
pada orang lain, terhambatnya kreativitas, prakarsa, sikap kritis, inovasi, dan
keberanian mengambil resiko. Kebebasan individual seakan terpasung oleh tujuan
pendidikan yang cenderung intelektualis (kognitif sentris), sehingga
pengembangan aspek afektif seperti moral dan budi pekerti menjadi kian
terpinggirkan.
Norma yang ada dalam masyarakat pada dasarnya adalah untuk
mengatur, mengendalikan, memberi arah, memberi sanksi dan ganjaran terhadap
tingkah laku masyarakat. Setiap masyarakat selalu memiliki aturan yang mengatur
kehidupan agar tertib sosial. Untuk itu, diperlukan adanya nilai dan norma
sosial. Pada dasarnya, masyarakat mengharapkan dan memaksa anggotanya untuk
mengikuti norma sosial yang ada.