Sunday, April 10, 2016

Rekonstruksi Nilai-Nilai Masyarakat Lokal pada Daerah Pedesaan yang Diimplementasikan Pendidikan Karakter di Desa Lebakgowah Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah     
          Perubahan yang sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, telah mengubah orientasi masyarakat, dari pandangan yang bersifat tradisional menuju arah baru (new direction) yang lebih menawarkan modernitas. Dalam kondisi demikian, hal-hal yang tidak diharapkan seringkali tak terelakkan, seperti meretasnya konflik kepentingan di antara elemen masyarakat dalam berbagai level kehidupan, berbagai penyimpangan sosial, dan fenomena lain yang menunjukkan kian menjauhnya perilaku manusia dari nilai-nilai moral.
        Kehidupan yang penuh fitrah harus berorintasi pada pengembangan, pemeliharaan dan diberdayakan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemuliaan, kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Ciri utama kehidupan masyarakat yang berkembang, terpelihara dan terpedayakan serta bermanfaat adalah kehidupan yang dihidupkan dan dihidupi oleh manusia-manusia berkarakter yang ada di dalamnya.
       Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki peradaban yang mulia dan peduli dengan pendidikan bangsa, sudah seyogyanya kita berupaya untuk menjadikan nilai-nilai karakter mulia itu tumbuh dan bersemi kembali menyertai setiap sikap dan perilaku bangsa, mulai dari pemimpin tertinggi hingga rakyat jelata, sehingga bangsa ini memiliki kebanggaan dan diperhitungkan eksistensinya di tengah-tengah bangsa-bangsa lain. Salah satu upaya ke arah itu adalah melakukan pembinaan karakter di semua aspek kehidupan masyarakat, terutama melalui institusi pendidikan.
        Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter inipun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Dalam Undang-undang Noomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
       Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
       Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui proses yang panjang. Potret kekerasan, kebrutalan, dan ketidakjujuran anak-anak bangsa yang ditampilkan oleh media baik cetak maupun elektronik sekarang ini sudah melewati proses panjang. Budaya seperti itu tidak hanya melanda rakyat umum yang kurang pendidikan, tetapi sudah sampai pada masyarakat yang terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa, bahkan juga melanda para elite bangsa ini.
        Pusat-pusat pendidikan seperti keluarga, masyarakat, sekolah bahkan universitas telah mengalami banyak kehilangan (missing) antara lain: sense of identity, sense of humanity, sense of community, sense of culture (values), dan sense of respect (Suyata, 2000:9). Pendidikan selama ini mencerminkan adanya fragmentasi kehidupan dan kurikuler, kompetisi individual, berkembangnya materialisme, ketidakpedulian pada orang lain, terhambatnya kreativitas, prakarsa, sikap kritis, inovasi, dan keberanian mengambil resiko. Kebebasan individual seakan terpasung oleh tujuan pendidikan yang cenderung intelektualis (kognitif sentris), sehingga pengembangan aspek afektif seperti moral dan budi pekerti menjadi kian terpinggirkan.
      Norma yang ada dalam masyarakat pada dasarnya adalah untuk mengatur, mengendalikan, memberi arah, memberi sanksi dan ganjaran terhadap tingkah laku masyarakat. Setiap masyarakat selalu memiliki aturan yang mengatur kehidupan agar tertib sosial. Untuk itu, diperlukan adanya nilai dan norma sosial. Pada dasarnya, masyarakat mengharapkan dan memaksa anggotanya untuk mengikuti norma sosial yang ada.